Monday 23 June 2014

Aspek Hukum Cyber dalam Sistem Perdagangan Online di Indonesia


Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Perdagangan Melalui E-Commerce

Berubahnya cara transaksi dalam dunia bisnis, yang semula berbasis di dunia nyata, kemudian dikembangkan ke dunia virtual (maya), yang melahirkan berbagai macam permasalahan hukum yang baru bagi konsumen dalam transaksi perdagangan lintas negara, di mana konsumen sering tidak memiliki posisi tawar yang kuat dan menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah.

Perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen dalam transaksi e-commerce lintas negara tidak dapat diberikan oleh satu aspek hukum saja, melainkan oleh satu sistem hukum yang mampu memberikan perlindungan yang simultan dan komprehensif, dengan perbandingan di berbagai negara. Dalam transaksi e-commerce tidak mempunyai batas-batas geografis, sehingga konsumen dalam transaksi e-commerce lintas negara memerlukan bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dan penyelesaian sengketa untuk memperjuangkan hak-haknya. Tingginya pengguna internet memicu pelaku usaha untuk menempatkan produk mereka dalam layanan-layanan online berbasis web atau yang kemudian lebih dikenal dengan istilah perdagangan elektronik (e-commerce). Kejelian pelaku usaha untuk memanfaatkan internet sebagai sarana promosi, transaksi, toko online, maupun sarana bisnis lainnya tidak dibarengi dengan lahirnya perangkat perundang-undangan yang mengatur hal tersebut. Akibatnya banyak pihak yang dirugikan akibat kekosongan hukum dalam cyberspace.

Dalam “mengonsumsi” produk, konsumen selalu menginginkan adanya kepuasan terhadap produk yang dikonsumsinya. Sedangkan pelaku usaha cenderung menginginkan untuk memperoleh keuntungan ekonomis dari hubungan itu. Keinginan kedua belah pihak tersebut akan mudah untuk dicapai apabila keduanya melaksanakan kewajiban secara benar dan dengan dilandasi itikad baik. UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 4 telah mengatur hak-hak konsumen yang meliputi :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.
  2. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa.
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
  5. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur tidak diskriminatif.
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantinya, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya.
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perudang-undangan lainnya.
Organisation for Economic Co-operation and development (OECD) telah memberikan rekomendasi yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam pembentukan suatu ketentuan baru tentang Perlindungan konsumen dalam transaksi perdagangan dengan mempergunakan e-commerce, di dalamnya antara lain diatur tentang transparansi serta perlindungan yang efektif bagi konsumen sama seperti dalam transaksi lain (konvensional), praktik-praktik bisnis, promosi dan pemasaran yang sehat, tersedianya informasi yang akurat dan jelas baik mengenai barang atau jasa, mengenai transaksi, serta segala aktivitas berkenaan dengan transaksi e-commerce yang dilakukan oleh produsen.

Pada dasarnya instrument perlindungan hokum konsumen dalam suatu transaksi perdagangan di wujudkan dalam dua bentuk pengaturan, yaitu perlindungan hukum melalui suatu bentuk perundang-undangan tertentu yang sifatnya umum untuk setiap orang yang melakukan transaksi dan perlindungan hukum berdasarkan perjanjian yang khusus dibuat oleh para pihak, dalam bentuk substansi/isi perjanjian antara konsumen dan produsen, seperti ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.

Di antara kedua bentuk perlindungan hukum di atas, maka perlindungan hukum melalui ketentuan perundang-undangan (regulasi) merupakan istrumen/sarana yang paling efektif digunakan mengingat perundang-undangan dapat dijadikan dasar bagi kedua belah pihak dalam pembuatan perjanjian serta pemerintah melalui perangkatnya dapat memaksakan pemberlakuan undang-undang tersebut. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pemerintah perlu turut serta dalam memberikan perlindungan ini, yaitu :
  1. Untuk melindungi kepentingan konsumen dan produsen.
  2. Menghindarkan berkembangnya prkatek-praktek bisnis curang/tidak sehat.
  3. Menciptakan keterbukaan/transparan.
  4. Menciptakan iklim berusaha yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik secara makro maupun mikro.
E-commerce memiliki karakteristik tersendiri apabila dibandingkan dengan transaksi konvensional/tradisional. Akibatnya, ketentuan tentang perlindungan konsumen dalam perlindungan konsumen dalam transaksi yang sifatnya konvensional tidak dapat diterapkan secara penuh dalam transaksi melalu e-commerce, sehingga dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi ini perlu kiranya diberikan pedoman (guidelines) tentang materi-materi apa saja yang perlu dicantumkan dalam ketentuan yang baru. Penting juga untuk diketahui beberapa prinsip yang harus ditegakkan dalam penegakan hukum perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
  1. Menegakkan larangan yang dikategorikan sebagai tindakan pelaku usaha yang dapat menghambat perdagangan.
  2. Laranan bagi tindakan pelaku usaha yang mengakibatkan berkurangnya persaingan mengandung hak setiap anggota masyarakat untuk diperbolehkan menjalankan setiap aktivitas ekonomi.
  3. Larangan yang memungkinkan pelaku usaha untuk tidak memberikan pilihan bagi konsumen. Larangan ini ditujukan supaya pelaku usaha tidak mengupayakan adanya kegiatan produksi dan pemasaran.
Pedoman yang perlu diperhatikan dalam penerapan perlindungan konsumen dalam transaksi perdaganan melalui e-commerce dapat dibagi dalam empat bagian :

1. Dari sisi produsen/pelaku usaha;

Kedudukan produsen dalam hubungannya dengan transaksi perdagangan relative lebih kuat apabila dibandingkan dengan konsumen. Salah satu bukti kuatnya kedudukan itu adalah produsen berada pada pihak penyediaan produk sedangakan konsumen berada pada pihak yang membutuhkan produk, sehingga apapun yang ditentukan oleh produsen sepanjang konsumen membuthkan produk itu maka konsumen akan menyetujuinya, sehingga lahirlah bentuk-bentuk kontrak baku yang menonjolkan prinsip take it or leaves it.kuatnya kedudukan produsen sedapat mungkin harus diawasi karena tanpa pengawasan maka dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen dalam transaksi melalui e-commerce, maka perlindungan terhadap konsumen dapat diberikan dalam bentuk :
  • Pemberitahuan indetitas produsen/pelaku usaha secara jelas yang meliputi alamat tempat berusaha (termasuk e-mail), telepon, jenis usaha yang dikelola, apabila memiliki pabrik, perkebunan atau tempat pengolahan lainnya maka dicantumkan alamat pabrik,perkebunan dsb;
  • Apabila produsen/pelaku merupakan kantor/perusahaan cabang harus diberitahukan alamat kantor/perusahaan induknya.
  • Memiliki ijin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk menyelenggarakan bisnisnya.
2. Dari sisi konsumen;

Konsumen sebagai pihak yang membutuhkan produk seringkali sebelum mulai melakukan transaksi diharus untuk memberikan informasi yang lengkap mengenai identitas diri atau perusahaan (apabila konsumennya adalah perusahaan). Hal yang wajar apabila produsen berkepentingan atas informasi tersebut karena melalui informasi inilah produsen dapat menilai kredibilitas konsumen, apakah konsumen adalah pembeli yang sungguh-sungguh atau tidak. Sebaliknya, apakah ada jaminan bahwa data diri/identitas konsumen tidak digunakan oleh produsen seperti untuk pengiriman brosur pemasaran perusahaan. Padahal konsumen sangat memperhatikan aspek keamanan dan kerahasiaaan dari informasi pribadinya dalam on-line transaction.untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaaan informasi maka peerlu adanya jaminan dari produsen bahwa data/identitas konsumen tidak akan dipergunakan secara menyimpang diluar peruntukannya tanpa seijin konsumen.

3. Dari sisi produk (barang dan jasa);

Informasi produk sangat penting diketahui oleh konsumen, karena melalui informasi ini konsumen dapat mengambil keputusan untuk melakukan transaksi atau tidak. Tingkat pengenalan konsumen pada produk yang akan dibeli bermacam ragamnya, bagi konsumen yang mengetahui produk maka informasi produk tidak begitu pentingkarena akan dijadikan pelengkap saja, tetapi sebaliknya bagi konsumen yang tidak tahu maka pengenalan produk sangat penting karena kesalahan dalam memilih produk dapat merugikan konsumen. Di beberapa Negara sudah ada pengaturan mengenai promosi yang ditujukan bagi konsumen anak-anak, hal ini disebabkan anak-anak kadang kala mengalami kesukaran dalam memahami produk apa yang dimaksud dalam promosi tersebut. Sehingga penjual harus melakukan tindakan/perlakuan khusus terhadap suatu produk atau penggunaanya yang ditawarkan pada anak-anak guna menghindari salah pengertian.

4. Dari segi transaksi;

Perlu diketahui bahwa tidak semua konsumen paham dalam melakukan transaksi melalui media internet, sehingga produsen perlu mencantumkan dalam website-nya informasi yang jelas dan lengkap mengenai mekanisme transaksi serta hal-hal lainnya berkenaan dengan transaksi, seperti:
  • Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh konsumen dalam melakukan transaksi;
  • Kesempatan konsumen dalam mengkaji ulang transaksi yang akan di lakukan sebelum mengambil keputusan, hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya kesalahan yang dibuat oleh konsumen;
  • Harga dari produk yang ditawarkan, apakah sudah termasuk pajak atau belum, termasuk ongkos kirim atau belum;
  • Mata uang apa yang dipakai;
  • Bagaimana mekanisme pengiriman barangnya (dikenal adanya berbagi sistem pengiriman barang);
  • Produsen harus menyediakan suatu rekaman transaksi yang setiap saat bisa diakses oleh konsumen yang didalamnya memuat segala sesuatu berkenaan dengan transaksi yang sedang/telah dilakukan. Hal ini penting untuk kepentingan pemuktian apabila dikemudian hari timbul sengketa;
  • Informasi mengenai dapat/tidaknya konsumen mengembalikan barang yang sudah dibeli, apabila diperkenankan, bagaimana mekanismenya;
  • Apakah diberikan jaminan penggantian barang atau penggantian uang, apabila produk yang diterima tidak sesuai atau rusak;
  • Mekanisme penyelesaian sengketa;
  • Jangka waktu pengajuan klaim yang wajar;
Melalui E-Commerce konsumen memiliki ruang gerak yang semakin luas dalam bertransaksi, sehingga konsumen memiliki kemampuan untuk mengumpulkan serta membandingkan produk (barang atau jasa) yang diinginkan dan konsumen pun menjadi lebih aktif berperan serta dalam pasar dunia. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan peran media internet dalam dunia perdagangan/bisnnis (e-commerce), tanpa perlu mengabaikan perlunya konsumen diberikan perlindungan yang memadai, maka perlu dibentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan konsumen dalam transaksi perdagangan e-commerce, karena pertumbuhan e-commerce akan sangat bergantung pada kecukupan peraturan yang ada dalam mengatur semua aspek yang berkaitan dengan transaksi tersebut. Sedangkan ketentuan yang akan dibuat dapat bersifat khusus (mengatur masalah perlindungan konsumen melalui e-commerce secara tersendiri) maupun bersifat umum, artinya bersama-sama dengan perlindungan konsumen di bidang lain.


0 comments:

Post a Comment